JAKARTA– Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai tidak konsisten
dalam upaya pemberantasan korupsi. Hal ini salah satunya tercermin dari
lambannya Kepala Negara dalam menyikapi problematika pemberantasan
korupsi termasuk wacana revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).








Pakar hukum pidana Universitas
Indonesia (UI) Ganjar Laksmana Bonaprapta menyatakan, gerakan dukungan
tokoh nasional terhadap KPK menunjukkan eksistensi suara masyarakat
dalam pemberantasan korupsi. ”Kelihatannya memang itu yang ditunggu
Presiden yakni KPK dan (tokoh) masyarakat meminta (Presiden) turun
tangan.






Sambil membuktikan bahwa ia (Presiden) dibutuhkan
rakyat.Artinya,persis bahwa Presiden selama ini hanya menunggu dan
sengaja membiarkan pelemahan dan serangan terhadap KPK,” kata Ganjar di
Jakarta kemarin. Dia menilai selama ini banyak ihwal yang di luar
jangkauan Presiden, terutama terkait komitmen keselarasan ucapan dan
tindakannya soal pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.



Menurut
Ganjar, Presiden sebagai pemegang komando negara ini dalam banyak hal
pelaksanaannya memang sangat tergantung pada kemampuan bawahannya.
”Namun dalam beberapa kejadian menyangkut serangan kepada KPK,Presiden
justru tidak merespons. Padahal ia tidak membutuhkan orang
lain,”ungkapnya. Karena itu, Ganjar sepakat jika Ketua Dewan Pembina
Partai Demokrat itu menentukan sikap untuk mendukung penguatan KPK.



Selama
ini banyak pernyataan dan pidato-pidato Presiden terkait pemberantasan
korupsi yang terkesan ambigu. Maka itu, untuk mengatasi pelemahan
pemberantasan korupsi dari berbagai pihak, Presiden cukup membuat
pernyataan tegas dan tidak multitafsir. ”Pertama,Presiden harus
menyatakan mendukung pemberantasan korupsi oleh semua penegak hukum.
Kedua, memerintahkan Polri menyerahkan penanganan kasus simulator kepada
KPK.



Ketiga, hendaknya keberadaan KPK dipertahankan termasuk
segala kewenangan yang dimilikinya,” tandasnya. Sejumlah masalah yang
diduga merupakan serangan untuk melemahkan KPK di antaranya munculnya
wacana merevisi UU KPK,tidak diperpanjangnya penugasan 20 penyidik Polri
di KPK per 12 September, dan kasus simulator yang tidak ada ketegasan
Presiden.



Pada rencana revisi UU KPK, ada beberapa poin yang
mengkhawatirkan yakni terkait pembentukan Dewan Pengawas KPK yang
ditunjuk DPR, pengembalian fungsi penuntutan KPK ke Kejaksaan Agung,
penyadapan harus dengan persetujuan pengadilan, dan pemberian kewenangan
penghentian perkara melalui surat perintah penghentian penyidikan
(SP3). Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun
Heryanto menilai Presiden SBY tidak menunjukkan impresi memadai terkait
komitmen dukungannya pada eksistensi KPK.



Menurut dia, narasi
dalam retorika SBY yang akan memimpin pemberantasan korupsi tidak
terkonfirmasi saat momentum-momentum pelemahan KPK semakin mencuat.
”Seyogianya Presiden SBY juga punya sikap jelas dan tegas. Menurut saya,
SBY jangan selalu diam dan tidak mengambil peran apa pun saat ada upaya
melemahkan upayaupaya pemberantasan korupsi,” tandasnya. Menurut dia,
harus ada imbauan tegas Presiden untuk mengurai kisruh kelembagaan
terutama antara KPK-Polri.



Lebih jauh, Gun Gun mengungkapkan
dalam kasus simulator,Presiden bisa memanggil Kapolri dan
mengoordinasikan hubungan antarlembaga.”Jangan sampai SBY membiarkan
kasus ini menjadi relasi antagonistis yang menyebabkan konflik
berkepanjangan antarlembaga dan menimbulkan dampak melemahnya penanganan
kasuskasus korupsi,”tegasnya.



Direktur Eksekutif Lingkar Madani
Indonesia (Lima) Ray Rangkuti memiliki tiga catatan terkait KPK.
Pertama, di tengah polemik pelemahan KPK dengan berbagai cara,lembaga
antikorupsi itu seharusnya tetap fokus pada pengungkapan kasus-kasus
korupsi. Sebaiknya energi lembaga superbody itu tidak dipergunakan untuk
berpolemik di luar tugas-tugas mereka.



”Kasus-kasus seperti
wisma atlet,Hambalang,simulator SIM Polri, dan bank Century harus
benar-benar digawangi. Ada kesan, kasus-kasus itu mulai mandek dan KPK
sibuk soal urusan pemangkasan kewenangan,” kata Ray. Catatan kedua, soal
revisi UU KPK yang akan berujung pada pelemahan KPK lebih baik
diserahkan pada masyarakat.



Dia berpandangan, biar rakyat yang
memutuskan apakah mereka setuju dengan pemangkasan kewenangan KPK atau
tidak.”Dukungan (masyarakat) terhadap KPK bisa dengan mendatangi DPR
untuk meminta mereka menghentikan upaya pelemahan KPK,” ungkapnya. Poin
ketiga,dalam membendung upaya pelemahan KPK, Presiden sebaiknya segera
bertindak. Dia berpandangan, dengan kewenangan yang ada pada dirinya,
Presiden bisa menyatakan tidak setuju dengan revisi UU KPK.



”Tentu
saja,kalau Presiden menyatakan menolak revisi UU KPK, pembahasan
revisinya akan berhenti. Jadi di sinilah keterlibatan pemerintah jadi
signifikan,” tandasnya. Ray melihat sejauh ini komitmen kesatuan
perkataan dan tindakan Presiden terkait pemberantasan korupsi terutama
yang dilakukan KPK seolah terkesan membiarkan. Juru Bicara KPK Johan
Budi mengatakan, penguatan pemberantasan korupsi memang tidak hanya
berdasarkan pernyataan dan slogan-slogan.



”Mari satukan kata dan
tindakan untuk menghilangkan korupsi dari Indonesia,” kata Johan di
Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) R Siti Zuhro menilai, saat ini penguatan lembaga
penegak hukum termasuk KPK memerlukan dukungan penuh semua elemen atau
kekuatan bangsa, khususnya Presiden. Keberhasilan penegakan hukum selama
periode SBY akan juga memberikan nilai plus pada kepemimpinannya.



”Karena
itu, keberpihakan SBY terhadap penegakan hukum akan tercermin dari
kehadirannya dalam ikut menyelesaikan dan menjernihkan kekeruhan bidang
hukum di Indonesia,” kata Zuhro. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin
Pasha mengatakan, Presiden SBY sangat mendukung KPK sebagai lembaga ad
hoc untuk bekerja optimal dalam pemberantasan korupsi.”



Jadi
tidak benar kalau posisi pemerintah itu mendukung apalagi disebutkan
setuju terhadap pelemahan KPK. Kami belum melihat ada rencana atau upaya
ke arah itu,apakah itu dari individu atau pun lembaga formal atau
organisasi tertentu,” ujar Julian di Kompleks Istana
Kepresidenan,Jakarta.



KY Tak Rela



Dukungan
terhadap KPK juga terus mengalir.Giliran Komisi Yudisial (KY) yang
secara tegas menolak pelemahan terhadap KPK. Penegasan itu disampaikan
Ketua KY Eman Suparman di sela-sela kuliah umum di Universitas Islam
Sultan Agung (Unissula) Semarang, kemarin. ”Saya sangat tidak setuju
kewenangan KPK dikurangi, Komisi Yudisial mendukung KPK,” katanya,
kemarin.



Menurutnya,jika ada pihak yang ingin mengurangi
kewenangan KPK, maka itu adalah pihak yang takut dengan KPK. ”Negara ini
masih butuh KPK, jangan dipreteli (kewenangannya),” tegasnya. Eman
mengutarakan, semestinya kewenangan KPK itu ditambah dan tidak justru
dikurangi. Misalnya kewenangan menyeleksi dan mengangkat penyidik
sendiri.”Jadi biar tidak tergantung pada Polri terus,”terangnya. sabir
laluhu/ rarasati syarief/alkomari

Harian Seputar Indonesia, Sumber Referensi Terpercaya
Luncurkan toko Anda hanya dalam 4 detik dengan 
 
Top