NEW YORK, KOMPAS.com — Goldman Sachs memangkas
prediksi nilai mata uang Asia. Dalam hasil risetnya yang dirilis Jumat
(23/8/2013), bank investasi asal AS ini menurunkan prediksi untuk target
3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan ke depan atas ringgit Malaysia, baht
Thailand, dan rupiah Indonesia.
Ketiga mata uang tersebut, bersama-sama dengan mata uang lainnya di emerging market, telah mengalami tekanan hebat beberapa waktu terakhir akibat isu penurunan nilai stimulus AS.
Menurut Goldman, rupiah akan menjadi mata uang emerging yang terpukul paling dalam akibat hengkangnya dana asing dari negara-negara tersebut.
Goldman sendiri memprediksi rupiah akan melemah ke posisi 11.800
per dollar AS pada tahun depan. Padahal, target sebelumnya, Goldman
memprediksikan rupiah di level 10.500. Prediksi revisi tersebut melemah 9
persen dari level saat ini yaitu 10.830.
"Secara umum, tekanan terhadap rupiah masih akan berlanjut untuk
jangka pendek jika tingkat inflasi terus menanjak dalam beberapa bulan
ke depan. Apalagi jika ditambah prospek pemangkasan stimulus oleh the
Fed," jelas Goldman.
Catatan saja, tingkat inflasi tahunan Indonesia melonjak menjadi 8,61 persen pada Juli.
Sebagai respons, Bank Indonesia (BI) sudah menaikkan suku bunga
acuan sebesar 75 basis poin tahun ini menjadi 6,5 persen. Namun, langkah
ini tak berpengaruh banyak terhadap pelemahan rupiah.
Goldman meramal, BI akan kembali menaikkan suku bunga pada
September sebagai upaya untuk mencegah pelemahan rupiah lebih dalam.
Namun, langkah ini juga dirasa belum cukup.
Sementara itu, Goldman memprediksi ringgit Malaysia akan melemah
menjadi 3,4 per dollar AS dalam tiga bulan ke depan. Angka tersebut
lebih rendah 3 persen dari level sekarang dan lebih rendah dari prediksi
sebelumnya yakni 3,2 persen.
Adapun prediksi terbaru untuk baht Thailand adalah 32 per dollar, lebih rendah 4 persen dari posisi prediksi sebelumnya. (Barratut Taqiyyah)
Kompas.com