Jawara Game Dunia dari Madura







Merebut juara game Microsoft di Rusia. Berangkat dari kesederhanaan.


Anak-anak Madura ini tertawa lebar saat dipotret usai pengumuman pemenang dan menyisihkan 87 pelajar dari 71 negara.  





 VIVAnews –
Tak ada yang menyangka, dari bilik kecil empat kali empat meter itu,
lahir karya juara dunia. Ini bukanlah di Sillicon Valley, Amerika
Serikat, tempat para kampiun industri digital bertahta. Tapi di Madura,
pulau kecil di timur Jawa.







Bilik itu begitu sederhana. Sejumlah
komputer teronggok di sudut. Ada meja rapat, dan selembar papan tulis di
dinding. Sepertinya tak sepadan buat sebuah laboratorium teknologi
informasi.  Tapi di bilik kecil itu lah, sejumlah mahasiswa Teknik
Informatika Universitas Trunojoyo, Kamal, Bangkalan, Madura, membuat
kejutan.



Dari tempat itu lahir Save The Hamster, game yang memenangi turnamen bergengsi tingkat dunia, Microsoft  Imagine Cup di St. Petersburg, Rusia, 12 Juli.



Adalah
empat sekawan yang membangun "selamatkan si hamster" itu. Tim kecil itu
merancang-bangun aplikasi game di ruang mungil kampus. “Kemenangan ini
mengejutkan,” ujar Asadullohil Ghalib Kubat, pemimpin “proyek” game ini.



Tentu,
prestasi itu membuat para anak muda asal Madura bungah. Ini bukan hal
sepele. Lewat kompetisi itu, raksasa teknologi asal Amerika Serikat,
Microsoft Corp., selaku penyelenggara kontes tahunan itu, mengakui
prestasi anak muda Indonesia.



Kompetisi itu adalah lomba
bergengsi tingkat dunia untuk mencipatakan proyek kreatif. Pesertanya
adalah pelajar di bidang teknologi, pengembang, dan calon wirausaha.
Sudah sebelas kali lomba itu diadakan, dan berlangsung setiap tahun.



Ada
tiga kategori utama yang dilombakan, yaitu Innovation, Games dan World
Citizenship. Dari tiga kategori itu, Tim Solite Studio dari Universitas
Trunojoyo Madura sukses menyabet juara dua di kategori Games. Ia pun
berhasil menggondol hadiah US$10.000, setara Rp100 juta.



Anak-anak
Madura itu tertawa lebar saat dipotret usai pengumuman pemenang. Mereka
menyisihkan 87 pelajar dari 71 negara, yang berkompetisi di final
tingkat dunia. Jumlah itu disaring dari kompetisi online dan lokal dari
seluruh dunia. "Semua kerja keras kami terbayarkan saat kami bisa
membawa bendera merah putih Indonesia di panggung Imagine Cup 2013,"
kata Ghalib.



Tim Solite Studio terdiri dari Asadullohil Ghalib
Kubat (Team Leader), Miftah Alfian Syah (Programmer), Tony Wijaya
(Graphic Designer) dan Mukhammad Bagus Muslim (Game Designer). Semuanya
mahasiswa Trunojoyo, dan berusia 22 tahun (Lihat Infografik: Dari Pulau Garam Menghentak Dunia).



Tim Juri Imagine Cup sangat terkejut mengetahui game Save the Hamster telah diunduh 30.000 kali hanya dalam waktu dua minggu, 20.000 pada Windows Phone, dan 10.000 pada Windows 8.



"Banyak
orang yang mengatakan, Tim Solite Studio akan berada di panggung saat
malam penghargaan. Dan itu benar-benar terjadi," kata Audience Marketing
Manager Microsoft Indonesia, Irving Hutagalung.



President
Director Microsoft Indonesia Andreas Diantoro mengatakan, ini adalah
pertama kalinya tim Indonesia menang di Imagine Cup skala global.
Keberhasilan ini, kata dia, menjadi bukti para pengembang program di
Indonesia sudah diakui. “Bahkan yang berasal dari pulau kecil seperti
Madura," kata Andreas yang menyaksikan kiprah tim Solite Studio. 



Kemenangan
ini pun disambut luar biasa. Nyaris semua media sosial, mulai dari
facebook, twitter, hingga blog, terkena demam  kemenangan. Apalagi para
anak muda di Madura. Mereka bangga, game besutan anak Trunojoyo ini
berhasil menjadi juara 2 dunia. Prancis kalah, dan “Tim Madura” hanya
satu tingkat di bawah Austria.



Matematika si Hamster



Save the Hamsters
adalah game edukatif yang dipasang di platform Windows Phone, dan
Windows8. Game ini mengajak pemain belajar Matematika yang mengasyikkan.



Dalam permainan, dikisahkan ada empat hamster tersesat. Tugas pemain membantu para hamster pulang ke rumahnya.



Ada dua mode game mode, original dan adventure. Pada mode original,
pemain harus menghancurkan boks, tali, dan beberapa objek lainnya yang
menghalangi si hamster menuju rumahnya. Setiap hamster punya angka pada
tubuhnya. Pemain harus menempatkan hamster pada tempatnya sesuai dengan
simbol matematika yang ada di tanah.



Pada mode adventure, pemain harus menghindari musuh, dan mengambil kunci berisi angka yang tepat, sesuai kombinasi angka yang terdapat pada layar.



Hal unik dari Save The Hamster,
pemain dapat menyusun kotak, tali, hamster, dan objek-objek lainnya,
lalu menjalankannya serta menyimpannya menjadi sebuah level permainan.



Mengapa
harus hamster? Ghalib mengaku memilih jenis marmut itu sebagai ikon
karena karakternya yang lucu. Selain itu, hewan ini kerap jadi mainan
kegemaran segala usia, dari anak-anak hingga dewasa. Ia berharap, dengan
game ini orang tak sadar sudah diajak bermain matematika. Dan juga
berlatih menyelamatkan hewan.



“Ide ini datang dari Miftah, sang programmer,” katanya. "Saya team leader yang mengatur semua proyek.”



Tonny
Wijaya, si desainer grafis, mengatakan peran Ghalib yang tekun dan suka
browsing itu cukup besar dalam proyek ini.  Ghalib selalu mencari
informasi perlombaan.  “Kami berempat selalu nongkrong di lab,” katanya.



Empat
sekawan ini suka berdiskusi soal proyek mereka. Tentu saja, sebagai
mahasiswa sederhana, mereka tak rapat di kafe. Tempatnya cuma satu,
laboratorium kecil itu. Tapi mereka tetap semangat, bekerja sampai
larut, dan bahkan menginap di laporatorium mini itu. “Kami selalu kompak
sejak pertama kami bekerja sama," kata Miftah mahasiswa angkatan 2009.



Dari kesederhanaan



Uniknya,
anak-anak Madura ini bukanlah besar dari dunia urban, tempat komputer
menjadi barang yang akrab. Ghalib misalnya. Dia anak petani. Rumah
orangtuanya juga sangat sederhana.



Saat VIVAnews berkunjung
ke rumahnya di Jalan KH M Cholil Sampang, tempat tinggalnya mudah
dikenali. Ada papan kecil bertulis agen sosis. "Itu usaha kecil-kecilan
ibu saya," kata anak pasangan Haji Takliman Thalhah dan Hajah Sufiah
ini.



Tiga kawannya juga tak jauh beda. Miftah anak seorang
pegawai biasa di PT PAL di Surabaya. Ibunya juga hanya pekerja rumah
tangga. Dia tinggal di perkampungan padat di Jalan Tenggumung Karya Lor
Tengah, Surabaya Utara.  Mungkin, hanya Tony yang orang tuanya agak
lebih beruntung. Orangtua Tonny pegawai Bea Cukai Pelabuhan Tanjung
Perak, dan ibunya punya toko kelontong.



Tapi kesederhanaan tak mematikan mimpi mereka (Lihat juga: Dari Purwokerto Mengejar Mimpi).


Sebelum menembus
kompetisi dunia, sederet prestasi pernah disabet. Mereka pemenang
pertama Mobile Game Dev War 4 Nokia, 2012, mendapat medali emas Lumia
Apps Olympiad XNA Game Category, 2012,  dan juara utama Imagine Cup
Indonesia, 2013.



Ghalib berkisah mula ia terjun di game ini. Saat
itu ia magang di studio game, Gate Studio, di Bandung.  Lulusan SMK
Teknologi Informasi An-Najiyah, Tambak Beras, Jombang, ini magang dua
bulan, tepatnya pada Februari-April 2012. 



Bagi dia, magang
bukan sekadar merampungkan tugas akhir kampus. Ia belajar betul membuat
game, dan bagaimana memasarkannya. Termasuk –agar terkenal— ikut
lomba-lomba. Dari situ ia ia mengajak teman-teman di kampusnya, Miftah,
Tony, dan Bagus membangun Solite Studio, tempat mereka berkarya
menciptakan games.



“Lalu saya ajak teman-teman ikut kompetisi
Nokia, dan kami menang,” kata Ghalib, yang kini jadi CEO Solite Studio.
“Kami dapat uang Rp30 juta,” katanya.



Dari kemenangan itu, ia
kian yakin, bila ditekuni karyanya bisa lebih berhasil. Mereka pun ikut
lomba berkali-kali, dan puncaknya menyabet Microsoft Imagine Cup 2013.



Lalu,
dipakai untuk apa hadiah Rp100 juta dari Microsoft itu?  Mereka akan
membeli rumah untuk markas perusahaan. Harapannya, dengan slogan “We Grow from Dreams”  mereka akan memproduksi game-game orisinal asli Madura.



Mereka
sudah mantap, tak akan pindah dari pulau kecil Madura, yang hanya
dikenal sebagai pulau penghasil garam. “Kami ingin mendunia dari
Madura,” kata Tonny. (np).




© VIVA.co.id 


Enhanced by Zemanta


Luncurkan toko Anda hanya dalam 4 detik dengan 
 
Top